Disdik Kota Mataram Gelar Pawai Budaya Pelajar Menyatu dalam Keberagaman

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram menggelar Pawai Budaya Pelajar Kota Mataram untuk memperkuat identitas budaya.
Pawai Budaya Pelajar tahun ini mengangkat tema ”Menyatu dalam keberagaman mewujudkan Kota Mataram yang semakin Harum”.
Pawai yang digelar hari ini menyuguhkan atraksi budaya dimiliki Kota Mataram. Seperti hadrah, rudat, peresean, gendang beleq, dan berbagai budaya dan kesenian lainnya.
”Rudat ini termasuk cagar budaya yang diakui Kemendikbudristek,” kata Kepala Disdik Kota Mataram Yusuf, Rabu (21/8).
Pawai Budaya Pelajar akan dilepas di Jalan Pejanggik atau depan SMPN 2 Mataram menuju Lapangan Sangkareang.
Pada pawai ini para pelajar akan menampilkan slot77 tari kolosal. Kolaborasi dari berbagai budaya seperti rudat, gambus, dan budaya lainnya menjadi satu.
Ini sudah dipentaskan pada kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Kota Blitar dengan durasi lima menit.
”Di Pawai Budaya Pelajar ini akan ditampilkan secara utuh,” urainya.
Diutarakan, tari kolosal yang dibawakan pelajar Kota Mataram sebagai pembuka. Ada juga nantinya pemucuk. Perwakilan Majelis Adat Sasak (MAS) akan melaporkan kegiatan Pawai Budaya Pelajar didampingi enam camat di Kota Mataram.
Lalu, ada pasukan yang membawa bendera merah putih dari pelajar.
”Yang membawa bendera ini siswa SMPN 2 Mataram,” ujarnya.
Pada Pawai Budaya Pelajar Kota Mataram ini tambah dia, peserta didik dari jenjang TK sampai SMP akan menyuguhkan berbagai atraksi budaya. Pusat Kegiatan Belajar (PKB) masing-masing kecamatan akan membawa kesenian dan budaya daerah.
Kecamatan Ampenan akan membawakan kesenian tawak-tawak, Kecamatan Sandubaya kesenian bale ganjur, Kecamatan Sekarbela akan membawakan kesenian rebana kasidah.
Istilah ini mungkin terdengar asing di telinga orang kebanyakan. Tetapi bagi masyarakat Rembiga, khususnya bagi komunitas sasak di Gubug (kampung) Krekok, Lingkungan Rembiga Timur Kelurahan Rembiga, Kecamatan Selaparang, Betetulak begitu melekat dalam sanubari.
Betetulak menjadi perayaan tahunan yang selalu ramai dengan iringan dzikir, doa, dan prosesi adat sebagai ritual khas orang-orang Krekok.
Selain sebagai ritual harmoni alam dengan manusia, Betetulak juga merupakan ritual persembahan rasa syukur orang Krekok kepada Allah SWT. “Ritual ini sudah dilakukan jauh sebelum tahun 1566 Masehi. Pada masa itu, terselenggara Persekutuan Masyarakat Adat Sasak di Krekok. Empat tahun kemudian, giat persekutuan ini dilanjutkan dengan Sangkep Agung juga di Gubug Krekok,” kata Ketua Panitia Betetulak Ki Dalang Emy.
Istilah Betetulak berasal dari kata be, tetu, dan lak. Be artinya ya, tetu artinya benar, dan lak artinya adanya. Sehingga secara filosofis Betetulak dimaknai sebagai sesuatu yang benar adanya. Namun, seiring dengan kedatangan salah seorang ulama penyebar agama Islam di Gumi Sasak bernama Ratu Ambia yang merupakan keturunan Datu Kandel Bumi yang berkuasa di Lombok Selatan makna Betetulak berubah.
Baca Juga : Mengenal Oleh-Oleh Khas Ciamis yang Wajib Dibawa Pulang